Waktu Dan Tempat Perlawanan Peristiwa Merah Putih

Waktu Dan Tempat Perlawanan Peristiwa Merah Putih

Contoh Soal dan Pembahasan

Wah, udah sampai di ujung artikel nih kita, tapi sebelum gue tutup materi kali ini, gue ada contoh soal nih, biar elo makin tercerahkan. Simak ya contoh soal berikut!

Apa yang melatarbelakangi terjadinya Peristiwa Merah Putih di Manado?

A. Adanya provokasi yang dilakukan Belanda.

B. Perebutan wilayah kekuasaan Jawa dan Sumatera.

C. Berita kemerdekaan RI yang terlambat.

D. Penahanan para pemimpin Sulawesi Utara.

Jawab: A. Adanya provokasi yang dilakukan Belanda.

Pembahasan: Peristiwa Merah Putih di Manado merupakan bentuk perlawanan terhadap Belanda yang melakukan provokasi, yaitu menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya untuk Sumatera dan Jawa saja. Sehingga, terjadilah perebutan kekuasaan antara Belanda dan rakyat Sulawesi Utara yang memicu Peristiwa Merah Putih di Manado.

Oke guys, udah selesai nih materi kali ini. Kalo elo masih kepo, elo bisa klik banner di bawah ini ya buat liat video pembelajaran materi ini, dan jangan lupa daftarin akun elo ya! See you!

Baca Juga: Latar Belakang dan Tokoh Pertempuran Palagan Ambarawa – Materi Sejarah Kelas 11

SETELAH naskah proklamasi dibacakan oleh Ir Soekarno pada 17 Agustus 1945, tapi kala itu tak sedikit pihak yang belum menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan para sekutu.

Tak lama setelah naskah proklamasi itu dibacakan, Pasukan Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration) datang ke Indonesia. Pada awalnya, tentara Sekutu yang baru tiba disambut terbuka oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa pasukan Sekutu tersebut diboncengi NICA yang dengan ingin menegakkan kembali kekuasaan Hindia-Belanda maka pihak Indonesia tidak lagi percaya dan mulai melakukan perlawanan mempertahankan kemerdekaan.

Peperangan pun terjadi di berbagai daerah di Indonesia, diantaranya Pertempuran Ambarawa atau “Palagan Ambarawa” pada 12-15 Desember 1945 di Magelang, kemudian Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, dan pada Maret 1946 peristiwa “Bandung Lautan Api”, serta banyak peperangan di daerah lainnya di Indoensia.

Peperangan tersebut juga terjadi di Kalimantan Timur, tepatnya di Sangasanga yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), memiliki peristiwa heroik mempertahankan kemerdekaan RI.

Peristiwa heroik di Sangasanga itu disebut dengan Peristiwa Merah Putih 27 Januari, yang selalu diperingati setiap tahun dengan upacara bendera dan berbagai kegiatan lainnya. Peringatan Peristiwa Merah Putih Sangasanga berawal ketika tentara Belanda (NICA) pada tahun 1945 menguasai Sangasanga yang memang kaya akan sumber minyak.

Hal tersebut membuat rakyat Sangasanga bersikeras mengusir Belanda, dengan melakukan perlawanan tiada hentinya. Hingga pejuang Sangasanga mengadakan rapat dan tercetuslah rencana merebut gudang senjata Belanda dengan cara mengalihkan perhatian penjajah kepada berbagai keramaian kesenian daerah pada 26 Januari 1947.

Ditengah keramaian itu, para pejuang membagikan senjata dan amunisi untuk merebut kekuasaan pada pukul 03.00 wita dinihari 26 Januari 1947. Perjuangan pun berhasil. Sehingga pada pukul 09.00 wita kota Sangasanga berhasil dikuasai pejuang, ditandai dengan diturunkannya bendera Belanda di Sangasanga Muara oleh La Hasan.

Bendera Belanda yang terdiri tiga warna yakni merah, putih, dan biru ini kemudian dirobek warna birunya, dan di naikkan kembali bendera yang tinggal berwarna Merah Putih dengan upacara yang dihadiri para pejuang dan seluruh masyarakat dengan teriakan “Merdeka!!!.”

Peristiwa tersebut tentu saja meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi warga Sangasanga, terlebih para pelaku peristiwa heroik tersebut.

Sebagai tanda peringatan perjuangan, di Sangasanga dibangun monumen perjuangan terukir nama-nama pejuang yang gugur pada saat itu. Peristiwa tersebut diperingati sebagai peristiwa Perjuangan Merah Putih Sangasanga 27 Januari.

Rangkaian agenda peringatan peristiwa itu tiap tahun dilaksanakan dengan berbagai fariasi kegiatan, diantaranya Napak Tilas dan pameran pembangunan. (prokom04/sumber Markas ranting LVRI Sangasanga)

Peristiwa merah putih di Manado tidak lepas dari kejadian bersejarah pada bulan Juli tahun 1944 dimana pada waktu itu Jepang mengalami kekalahan telak melawan pasukan Sekutu ketika mereka bertempur di atas lautan Pasifik. Kekalahan mereka ini membuat mereka mundur untuk memperkuat kubu pertahanan mereka di pulau Sulawesi dan di daerah Maluku Utara.

Di bulan yang sama, Sam Ratulangi mengutus pemuda-pemuda untuk pergi ke Manado demi menyambut kemerdekaan yang akan dimiliki oleh Indonesia jika ternyata perang pasifik berakhir dengan hancurnya pasukan Jepang oleh pihak Sekutu.

Utusan yang ia kirim ini beranggotakan Mantik Pakasi dan Freddy Lumanauw sebagai utusan tentara, dan Wim Pangalila, Buce Ompi, serta Olang Sondakh sebagai perwakilan pemuda. Mereka pergi menggunakan kereta ke Surabaya, dan melanjutkan perjalanan menggunakan Dai yu Maru menuju Manado.

Dua bulan setelah perngutusan pemuda oleh Sam Ratulangi menuju Manado, tiba-tiba muncul pesawat pembom B-29 yang merupakan properti perang udara milik Angkatan Udara Sekutu.

Pesawat-pesawat yang berjumlah puluhan itu kemudian menghujani Manado dengan bom, dan meratakannya dengan tanah, mengubah setiap gedung yang terlihat menjadi tak lebih dari gundukan sampah, dan menewaskan banyak penduduk.

Hal ini kemudian memicu kecurigaan Jepang bahwa ada mata-mata Sekutu yang berperan ganda sebagai tokoh nasionalis. Di bulan September 1944 ini juga kubu pertahanan Jepang di Sulawesi Utara dan Morotai berhasil ditaklukkan oleh Jenderal Mac Arthur sebelum ia bertolak ke Leyte, Filipina.

Selama pertengahan tahun April 1945 hingga awal Februari 1946, terjadi lagi banyak konflik atau hal-hal yang menuntun kepada terjadinya peristiwa merah putih di Manado.

Pada bulan April hingga Agustus 1945 misalnya, dimana Pimpinan Kaigun menyiapkan kemerdekaan Indonesia, sesuai dengan apa yang pernah ia janjikan dahulu kala. Pada masa itu, bendera merah-putih dikibarkan bersebelahan dengan bendera nasional Jepang, yaitu Hinomaru.

Pada bulan September di bulan yang sama, NICA dan Belanda yang saat itu ada di bawah perlindungan pasukan Sekutu dengan senang hati masuk ke area Indonesia, dan terlepas dari seluruh usaha yang mereka lakukan, mereka tetap tidak berhasil menciptakan dampak apa pun terhadap kehidupan bermasyarakat, berpolitik, mau pun ekonomi.

Pada bulan terakhir tahun 1945, Manado mulai sedikit lega dengan perginya seluruh pasukan Sekutu dari tanah itu. Perginya Sekutu tidak berarti kedamaian, karena mereka pada akhirnya menyerahkan tugas yang tengah mereka jalani secara total kepada NICA-KNIL yang dipimpin oleh seorang Inggris.

John Rahasia dan Wim Pangalila kemudian melihat hal ini sebagai kesempatan untuk melakukan sebuah revolusi atau pemberontakan yang akan dilakukan oleh pemuda-pemuda Manado.

Di Bulan yang sama, NEFIS-Belanda mulai sedikit lebih pintar, dan mereka sudah bisa mulai mencurigai kedua orang yang akan melakukan pemberontakan ini.

Pada bulan Februari 1946, pasukan KNIL yang ada di Teiling masih dicurigai oleh pihak Belanda. Pihak Belanda juga mengeluarkan perintah strength arrest kepada para pemimpin mereka.

Yaitu Furir Taulu, Wuisan, Frans Lantu, Wim Tamburian, Wangko Sumanti, dan Yan Sambuaga karena mereka dinilai merupakan penghasut tentara Indonesia.

Pada tanggal 14 Februari, barulah peristiwa merah putih di Manado terjadi. Pada saat peristiwa itu dimulai, mereka berhasil memengaruhi pihak Belanda, dan membuat Kopral Mambi Runtukahu yang ditunjuk sebagai pemimpin ahli penyergapan pos yang ada di markas garnisun Manado.

Setelah serangan yang tidak memiliki perlawanan ini selesai, ada beberapa nama kaum nasionalis yang kemudian ditangkap oleh NICA dan dituduh sebagai mata-mata Jepang.

Keberhasilan kudeta yang dilakukan oleh Wuisan dan kawan-kawan tiba di telinga kapten KNIL pada masa itu, yang bernama J Kaseger yang akhirnya ikut berjuang membela Indonesia.

Bagian akhir peristiwa merah putih di Manado terjadi pada tanggal 15 dan 16 Ferbuari, hanya satu hingga dua hari setelah peristiwa ini dimulai.

Pada tanggal 15 Ferbruari 1946, komandan KNIL pada waktu itu yang bernama De Vries tertangkap dan menjadi tawanan, hingga ia dihadapkan kepada Taulu dan Wuisan demi membuat kesepakatan akan perselisihan yang terjadi ini.

De Vries, seperti layaknya pimpinan lain, bertanya apakah kudeta militer yang akan dilakukan oleh pihak Indonesia akan menjamin keselamatan pasukannya.

Pada saat itu, sebenernya Taulu tahu bahwa mereka sedang terdesak dan akan kalah, tapi ia kemudian berkata bahwa mereka sedang berjuang bersama pemuda Indonesia, dan akan mempertahankan perjuangan itu.

Setelah kejadian ini, seluruh daerah Minahasa kemudian mulai melihat prosesi pengibaran bendera Merah-Putih.

Peristiwa Sejarah Merah Putih Di Biak

Latar Belakang Peristiwa Merah Putih di Manado

Kalau ingat tanggal 14 Februari, pasti elo kepikiran sama Hari Valentine atau hari kasih sayang. Tapi tahu nggak sih, kalau ternyata pada tanggal tersebut bangsa kita pernah mengalami peristiwa berdarah yang terjadi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia? Yap, peristiwa tersebut dikenal sebagai Peristiwa Merah Putih. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 14 Februari 1946 di Teling, Manado, Sulawesi Utara.

Apa sih yang melatarbelakangi Peristiwa Merah Putih di Manado? Secara garis besarnya sih, peristiwa ini terjadi sebagai bentuk perlawanan masyarakat Sulawesi Utara terhadap provokasi yang dilakukan oleh Belanda. Pada saat itu Belanda mengklaim bahwa kemerdekaan Indonesia hanya untuk pulau Jawa dan Sumatera.

Nah, untuk lebih jelasnya gue akan mulai menceritakan secara lebih detail.

Baca Juga: Tugas Komisi Tiga Negara dan Hasilnya – Materi Sejarah Kelas 11

Akhir Peristiwa Merah Putih di Manado

Akhir Peristiwa Merah Putih di Manado ini ternyata nggak happy ending guys. Ambil alih kekuasaan dari Belanda ini nggak berlangsung lama. Pada bulan Maret 1946, kapal perang Belanda Piet Hein tiba di Manado dengan membawa pasukan sekitar satu batalion. Kedatangan mereka itu disambut oleh pasukan KNIL yang memihak Belanda. Pada awalnya pihak Belanda mengundang para pemimpin Indonesia untuk melakukan perundingan, pada tanggal 11 Maret 1946.

Namun, ternyata hal tersebut merupakan strategi Belanda untuk kembali menguasai wilayah Sulawesi Utara. Ternyata Belanda memiliki tujuan utama nih, yaitu ingin menahan para pemimpin Sulawesi Utara. Hingga pada akhirnya ajakan untuk berundung tersebut melemahkan para pejuang rakyat Sulawesi Utara. Pada akhirnya, Belanda berhasil kembali menguasai wilayah Sulawesi Utara.

Baca Juga: Latar Belakang dan Hasil Konferensi Inter Indonesia – Materi Sejarah Kelas 11

Kronologi Peristiwa Merah Putih di Manado

Jadi karena seperti yang elo tahu zaman dulu itu alat komunikasi nggak secanggih sekarang, sehingga membuat kabar kemerdekaan Indonesia sampai ke Manado itu telat. Masyarakat Manado baru mengetahui bahwa bangsa Indonesia telah mengumumkan kemerdekaannya pada tanggal 21 Agustus 1945. Setelah mengetahui hal tersebut, masyarakat Indonesia di Manado segera mengibarkan bendera merah putih sebagai bentuk perayaan kemerdekaan Indonesia. Namun pada bulan Oktober 1945 tentara sekutu bersama dengan NICA. Pihak sekutu ingin kembali menguasai Sulawesi Utara terutama Manado, sayangnya pada saat itu masyarakat Manado enggan untuk melawan, sehingga mengakibatkan kembali dikuasainya daerah tersebut oleh Belanda.

Melihat kondisi ini tentu saja para pejuang di Manado nggak tinggal diam dong, mereka menyusun strategi untuk merebut kembali wilayah Sulawesi Utara ke tangan Indonesia. Ya secara nih, udah merdeka masa tetap dikuasai oleh Belanda?

Siapa aja sih tokoh-tokoh yang berperan? Antara lain ada Letnan Kolonel Taulu yang merupakan pemimpin militer dan Sersan Wuisan. Mereka memerintahkan pasukan untuk segera mengambil alih markas pusat yang dikuasai oleh Belanda. Rencana tersebut ternyata udah disusun nih sejak tanggal 7 Februari 1946. Wah, lumayan lama juga sih, Belanda menguasai Sulawesi Utara.

Selain itu rencana perebutan kembali wilayah Sulawesi Utara ini dibantu pula oleh politisi sipil yaitu Bernard Wilhem Lapian. Peristiwa ini juga melibatkan banyak himpunan rakyat di Sulawesi Utara, seperti KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang dan laskar rakyat.

Puncak peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 Februari 1946, tapi sayangnya sebelum puncak peristiwa tersebut Kolonel Taulu dan Sersan Wuisan tertangkap oleh Belanda. Kemudian pemberontakan militer ke Belanda diambil alih oleh Komando Mambi Runtukanu, yang merupakan pemimpin anggota KNIL dari Minahasa. Berkat perjuangannya bersama rakyat Manado ia akhirnya berhasil membebaskan Kolonel Taulu dan Sersan Wuisan serta pemimpin lain yang ditahan oleh Belanda.

Puncak Peristiwa Merah Putih di Manado ini ditandai dengan dirobeknya bendera Belanda yang awalnya merah, putih, biru menjadi merah putih, seperti bendera Indonesia. Akhirnya bendera tersebut dikibarkan di markas Belanda. Hingga akhirnya pada saat itu rakyat Manado berhasil mengambil alih kekuasaan yang sebelumnya dimiliki oleh Belanda.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peristiwa Merah Putih di Manado merupakan peristiwa penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, Manado pada tanggal 14 Februari 1946. Berbagai himpunan rakyat di Sulawesi Utara, meliputi pasukan KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berusaha merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon, dan Minahasa yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda. Peristiwa tersebut merupakan bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaannya serta menolak atas provokasi tentara Belanda yang menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa semata.[2]

Berita prokamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar oleh rakyat di Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945. Mereka dengan segera mengibarkan bendera merah putih di setiap area dan menduduki kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Jepang serta melucuti semua senjatanya. Namun kedatangan tentara sekutu bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana rakyat kembali ricuh. Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi Utara terutama Manado. Namun rakyat Manado menolak dan memilih untuk melawan. Kemudian serangan dari sekutu dan Belanda membuat Manado dan sekitarnya kembali diduduki oleh tentara Belanda.[4]

Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, seorang pemimpin dikalangan militer bersama Sersan S.D. Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946 dan mereka mendapatkan bantuan seorang politisi dari kalangan sipil, Bernard Wilhelm Lapian. Puncak penyerbuan terjadi pada tanggal 14 Februari, Namun sebelum penyerbuan terlaksana, para pimpinan pasukan tertangkap oleh tentara Belanda termasuk Charles C Taulu dan S.D. Wuisan.[2] Akibatnya pemberontakan ke tangsi militer Belanda dialihtugaskan kepada komando Mambi Runtukahu yang memimpin anggota KNIL dari orang Minahasa. Bersama rakyat Manado mereka berhasil membebaskan Charlis Choesj Taulu, Wim Tamburian, serta beberapa pimpinan lainnya yang ditawan. Puncak penyerbuan tersebut ditandai dengan perobekan bendera Belanda yang awalnya berwarna merah, putih, dan biru menjadi merah dan putih lalu dikibarkan diatas gedung markas Belanda. Mereka juga berhasil menahan pimpinan pasukan Belanda diantaranya adalah pimpinan tangsi militer Letnan Verwaayen, pemimpin garnisun Manado Kapten Blom, komandan KNIL Sulawesi Utara Letnan Kolonel de Vries, dan seorang residen Coomans de Ruyter beserta seluruh anggota NICA.[6] Namun pengambilalihan kekuasaan Belanda tersebut hanya sementara.[7]

Pada awal Maret kapal perang Belanda Piet Hein tiba di Manado dengan membawa pasukan sekitar satu batalyon. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan KNIL yang memihak pada Belanda. Kemudian pada tanggal 11 Maret, para pimpinan gerakan merah putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan, yang tujuan sebenarnya adalah untuk menahan para pimpinan rakyat Sulawesi Utara. Hal tersebut merupakan siasat tentara Belanda agar dapat melemahkan pejuang rakyat dan mengambil alih kembali wilayah Sulawesi Utara.

Peristiwa Merah Putih Manado adalah salah satu peristiwa bersejarah yang terjadi di Sulawesi Utara pada tanggal 14 Februari 1946. Peristiwa ini merupakan perlawanan rakyat Sulawesi Utara terhadap tentara Belanda yang mencoba menguasai kembali wilayah tersebut setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Rakyat Sulawesi Utara, yang sebagian besar beragama Kristen, memiliki semangat nasionalisme yang tinggi dan mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Mereka tidak mau tunduk kepada Belanda yang mengklaim bahwa kemerdekaan Indonesia hanya berlaku untuk pulau Jawa dan Sumatera saja.

Namun, pada bulan Oktober 1945, tentara Sekutu bersama dengan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) datang ke Sulawesi Utara dengan dalih membantu menyerahkan kekuasaan dari Jepang kepada Indonesia. Padahal, tujuan sebenarnya adalah untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di wilayah tersebut.

Tentara Sekutu dan NICA berhasil menduduki Manado dan beberapa daerah lainnya di Sulawesi Utara dengan bantuan dari sebagian pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger) atau tentara Hindia Belanda yang berasal dari kalangan pribumi. Mereka juga mengganti bendera merah putih yang telah dikibarkan oleh rakyat dengan bendera merah putih biru milik Belanda.

Perlawanan rakyat Sulawesi Utara terhadap Belanda dimulai sejak akhir tahun 1945. Beberapa tokoh pejuang yang berperan penting dalam peristiwa ini antara lain adalah Letnan Kolonel Taulu, Sersan Wuisan, Kapten Runtuwene, Kapten Runturambi, dan Mayor Tumundo.

Mereka membentuk barisan pejuang dan laskar rakyat yang terdiri dari mantan tentara Jepang, mantan tentara PETA (Pembela Tanah Air), mantan tentara Heiho (bantuan tempur), pemuda, pelajar, dan rakyat biasa. Mereka juga mendapat dukungan dari sebagian pasukan KNIL pribumi yang membelot dari Belanda.

Pada tanggal 7 Februari 1946, para pejuang menyusun rencana untuk menyerbu markas militer Belanda yang berada di Teling, Manado. Rencana ini dilakukan secara rahasia dan hanya diketahui oleh beberapa orang saja.

Pada tanggal 14 Februari 1946, sekitar pukul 04.00 WITA, serangan dimulai. Para pejuang berhasil mengejutkan tentara Belanda yang sedang tertidur pulas. Mereka menembaki pos-pos penjagaan dan gedung-gedung markas Belanda dengan senjata api dan bambu runcing.

Pertempuran sengit pun terjadi antara kedua belah pihak. Para pejuang berjuang dengan gigih meskipun mengalami keterbatasan persenjataan dan amunisi. Mereka juga tidak gentar menghadapi serangan udara dari pesawat-pesawat Belanda yang membombardir posisi mereka.

Puncak peristiwa ini terjadi ketika para pejuang berhasil merebut bendera Belanda yang berkibar di atas gedung markas Belanda. Mereka merobek bagian biru dari bendera tersebut sehingga hanya tersisa warna merah putih seperti bendera Indonesia. Bendera merah putih itu kemudian dikibarkan di atas gedung tersebut sebagai simbol kemenangan dan keberanian rakyat Sulawesi Utara.

Peristiwa Merah Putih Manado merupakan salah satu peristiwa heroik yang menunjukkan semangat juang rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini juga menginspirasi rakyat di daerah lainnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Namun, peristiwa ini juga menimbulkan korban jiwa yang cukup besar dari kedua belah pihak. Diperkirakan sekitar 300 orang pejuang gugur dalam pertempuran ini, sedangkan tentara Belanda kehilangan sekitar 200 orang.

Selain itu, peristiwa ini juga menyebabkan kerusakan fisik yang parah di kota Manado. Banyak gedung-gedung dan rumah-rumah yang hancur akibat tembakan dan bom. Rakyat juga mengalami kesulitan ekonomi dan sosial akibat perang.

Meskipun demikian, peristiwa ini tidak menghentikan perjuangan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka terus berjuang hingga akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1949.

Peristiwa Merah Putih Manado adalah peristiwa penyerbuan markas militer Belanda yang terjadi di Teling, Manado, pada tanggal 14 Februari 1946. Peristiwa ini merupakan bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara terhadap Belanda yang mencoba menguasai kembali wilayah tersebut setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa ini melibatkan himpunan rakyat di Sulawesi Utara, meliputi pasukan KNIL pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat. Peristiwa ini ditandai dengan dirobeknya bendera Belanda menjadi merah putih dan dikibarkannya di atas gedung markas Belanda.

Peristiwa ini menimbulkan dampak positif dan negatif bagi rakyat Sulawesi Utara. Dampak positifnya adalah menunjukkan semangat juang dan keberanian rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dampak negatifnya adalah menimbulkan korban jiwa yang banyak dan kerusakan fisik yang parah di kota Manado.

Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang patut dikenang dan dihormati oleh bangsa Indonesia. Peristiwa ini juga menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia bersatu dan berjuang untuk kemerdekaan tanpa memandang suku, agama, atau daerah.

Sumber: (1) Peristiwa Merah Putih di Manado – Kompas.com. https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/18/080000779/peristiwa-merah-putih-di-manado. (2) Peristiwa Merah Putih di Manado – Kompas.com. https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/18/080000779/peristiwa-merah-putih-di-manado. (3) Latar Belakang Peristiwa Merah Putih di Manado dan Tokohnya – Materi …. https://www.zenius.net/blog/latar-belakang-peristiwa-merah-putih-di-manado. (4) Latar Belakang Peristiwa Merah Putih di Manado dan Tokohnya – Materi …. https://www.zenius.net/blog/latar-belakang-peristiwa-merah-putih-di-manado. (5) Peristiwa Merah Putih (Manado) – Wikipedia bahasa Indonesia …. https://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Merah_Putih_%28Manado%29. (6) Peristiwa Merah Putih (Manado) – Wikipedia bahasa Indonesia …. https://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Merah_Putih_%28Manado%29.

Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akhirnya tersampaikan juga di Papua. Rakyat Papua di berbagai kota seperti Jayapura, Sorong, dan Biak memberikan sambutan hangat dan mendukung proklamasi tersebut. Peristiwa Merah Putih di Biak diawali dengan penyerangan terhadap pos militer Belanda di Sorong dan Biak oleh para pejuang kemerdekaan Papua pada 14 Maret 1948.Read less

error: Content is protected !!

Hai, Sobat Zenius! Ngomongin tentang perjuangan bangsa kita meraih kemerdekaan emang kayaknya nggak ada habisnya, deh. Bisa dibilang perjuangan bangsa kita ini nggak mudah dan panjang banget, lho. Bahkan setelah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 aja perjuangan bangsa Indonesia ini masih berlanjut. Salah satunya adalah terjadinya Peristiwa Merah Putih di Manado. Apa sih, latar belakang dan gimana sih peristiwa merah putih ini terjadi? Yuk, simak terus ya, artikel ini!